Saya dan impian menjadi sastrawan
Paweling.com_Perkenalanku dengan dunia sastra dimulai dari awal perkuliahan. Pada masa itu saya begitu tertarik dengan cerita-cerita karya s...
Paweling.com_Perkenalanku dengan dunia sastra dimulai dari awal perkuliahan. Pada masa itu saya begitu tertarik dengan cerita-cerita karya sastra. Pertama kali saya membaca adalah buku dari Kahlil Gibran, buku picisan yang hanya berbicara tentang cinta.
Kemudian saya mencari buku-buku lainnya, mulai dari cerpen yang dibuat oleh Cak Nun, cerpen dari Gus Mus. Pada saat itu perkenalanku dengan sastra dibantu oleh teman satu kelas saya, dialah yang mengenalkan saya dengan nama seperti Seno Gumira, Dee Lestari, Ayu Utami dan lainnya.
Kemudian pada kesempatan lain, saya mencoba untuk mengikuti salah satu UKM yang bergelut dalam bidang tulisan. Saya berharap dengan masuk ke UKM tersebut perkenalanku dengan sastra akan lebih dalam lagi.
Di UKM tersebut saya juga dapat mempelajari sastra lebih dalam, tentu dengan sedikit bimbingan dari para senior. Selebihnya saya belajar sendiri, banyak membaca. Pada saat itu pola pikir saya adalah harus banyak membaca agar mengetahui segalanya. Tapi pola membaca buku yang saya lakukan sedikit berbeda dari orang kebanyakan.
Saya membaca buku ya hanya sebatas membaca saja. Syukur-syukur ada beberapa kalimat yang masuk ke dalam otak dan bisa diolah menjadi satu pengetahuan. Tapi ketika kebetulan tidak menemukan satu kalimat pun yang bisa dipahami maka akan langsung saya baca, tidak saya pahami dahulu.
Dalam pemikiran saya, setiap kata yang kita baca sebenarnya sudah masuk dalam otak dan alam bawa sadar kita. Karena inilah saya selalu berpikiran, jika membaca buku ya hanya sebatas membacanya. Jika belum paham, jangan membaca lagi, tapi diskusikan dengan teman anda.
Diskusi adalah langkah selanjutnya setelah anda selesai membaca satu buku. Agar ada beberapa kalimat yang belum dipahami bisa anda pahami dengan baik dan benar.
Singkatnya, setelah saya selesai belajar sastra di UKM tersebut, bukan pandai dalam menulis sastra. Tapi saya malah bingung, beberapa tulisan yang yang belum saya up kemanapun juga tidak masuk dalam kategori sastra. Ternyata belajar menulis sastra memang tidak gampang, bahkan hingga kini saya belum berhasil sepenuhnya untuk menuliskan karya sastra.
Permasalahan lainnya adalah, saya memahami bahwa karya sastra adalah alat perekam satu kejadian dalam satu masa. Misal saya hidup sekarang ini, maka kewajiban saya (seandainya mimpi menjadi sastrawan bisa terpenuhi) adalah merekam kejadian pada masa ini.
Merekam peristiwa inilah kesulitan saya, bukan pada perkara merekam kejadiannya tapi permasalahanya pada kejadian itu sendiri. Saya sangat kesulitan untuk merekam satu kejadian, karena sering berubah-ubah. Misalnya jika saya merekam proses pendidikan di Indonesia, saya akan kesulitan karena dalam rentang beberapa waktu akan berganti, dan selalu seperti itu.
Ditulis oleh Wibbi