Kearifan Tradisi Dalam Isu Lingkungan Ala Gus Dur

Paweling.com_Pada tanggal 16 Februari Jaringan GUSDURian Ponorogo mengadakan diskusi, dengan tema Gus Dur dan isu lingkungan kekinian. Acara ini kedepannya akan menjadi rutiniatas dari GUSDURian Ponorogo, yang rutin diadakan pada setiap bulan di minggu ke 3.

Sebagai salah satu pengikut Gus Dur, tentu acara tersebut menarik hati. Di dalam angan-angan saya, terlintas sosok Gus Dur dan pandangannya terkait isu lingkungan. Yang menjadi pemantik diskusi kali ini adalah Ahmad Munir Basuki Rahmat (Santri Penggiat Lingkungan), dan Novi Trihartanto (Ketua LPBI NU Ponorogo).

Tapi, Novi Trihartanto berhalangan untuk hadir. Akhirnya acara hanya di pantik oleh Munir. Sebagai pembuka Murdianto (penggerak GUSDURian Ponorogo) mengutarakan jika jaringan GUSDURian dalam bergeraknya mengikuti 9 nilai utama Gus Dur. 9 nilai tersebut adalah Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Kesatriaan, Kearifan Tradisi.

Semua orang yang mengaku sebagai pengagum dan mengikuti jejak langkah Gus Dur maka setiap kali mereka melangkah harus berdasarkan 9 nilai utama tadi. Sebagai pembuka pemantik mengutarakan beberapa hal, pertama adalah terkait dengan adanya revolusi hijau. Proses revolusi hijau mengakibatkan petani harus menggunakan bibit unggul yang telah diproduksi oleh pihak-pihak tertentu, agar panen dari hasil pertanian lebih cepat.

Karena proses peralihan dari tanaman padi tradisional yang kemudian beralih ke tanaman yang dikatakan lebih cepat pertumbuhannya. Maka menjadikan banyak serangan hama pada tanaman baru tersebut. Karena terjadi serangan hama yang cukup pesat, maka pemerintah mengeluarkan pupuk-pupuk kimia untuk membasmi serangan hama tadi. Akibatnya petani kini tergantung oleh pupuk kimia tersebut.

Salah satu yang menjadi hal negatif dari proses pertanian pada masa revolusi hijau adalah menjadikan ketergantungan petani terhadap pihak-pihak tertentu. Mulai dari pupuk, bibit pertanian dan lainnya. Petani tidak bisa merdeka seperti dahulu, pupuk dibuat sendiri, benih pertanian juga dibuat sendiri.

Diskusi kembali berlanjut, hal menarik dalam diskusi kali ini adalah anggapan masyarakat jika petani adalah kelas sosial yang paling rendah. Dan juga dianggap tidak begitu menguntungkan. Pernyataan ini menjadi sangat menarik karena, dari dahulu negara Indonesia dikenal sebagai negara yang subur, sehingga pekerjaan petani bukan sedikit tapi banyak sekali.

Dan kenyataan para pemuda mulai ada yang tidak mau menjadi petani karena alasan di atas. Dan jika ini dibiarkan maka akan sangat mungkin, 10 hingga 15 tahun ke atas tidak akan ada lagi petani di Indonesia. Maka dari itu sangat penting untuk mengangkat pekerjaan petani agar diminati oleh anak-anak muda.

Ini menjadi pekerjaan yang cukup penting, perlu ditanamkan jika petani bukan pekerjaan yang kelas rendah. Perlu ditanamkan jika menjadi petani itu sama pentingnya dengan pekerjaan misal menjadi polisi, tentara, dokter dan lainnya.

Di luar hal-hal di atas, kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia ini juga tidak lepas dari ulah masyarakat Indonesia sendiri. Tapi kita tidak boleh menampik semua hal-hal yang menyebabkan kerusakan alam tersebut ditiadakan. 

Misal persoalan tentang pembangkit listrik, atau mungkin pertambangan. Kita tidak bisa menghindari hal-hal tersebut. Karena untuk bergerak dan hidup pada zaman modern ini kita perlu listrik, perlu pasir untuk membangun rumah, dan lain-lainnya.

Yang perlu kita perhatikan sesuai dengan nilai utama Gus Dur adalah melihat bagaimana cara tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita harus kembali pada ajaran lama, yakni tetap memproses kekayaan alam, tapi dengan semangat melestarikannya. 

Ditulis oleh Wibbi