Hanya Sekedar Waktu Nganggur

“Mas kenapa kok mau mendampingi adik tingkat untuk diskusi, kok masih mau ?,” kira-kira begitulah pertanyaan adik tingkat saya, dia merasa h...

“Mas kenapa kok mau mendampingi adik tingkat untuk diskusi, kok masih mau ?,” kira-kira begitulah pertanyaan adik tingkat saya, dia merasa heran sudah tua, duduk di bangku kuliah dan sedang berjuang untuk menjadi sarjana. Tapi kenapa masih terus aktif mengikuti diskusi bersama adik tingkat.

Aku hanya tersenyum tidak menjawabnya, pertanyaan tersebut sedikit membuatku berfikir. Aku kembali bertanya-tanya pada diriku sendiri, kenapa aku masih menemani beberapa adek tingkat mendampinginya berdiskusi.

Aku sendiri tidak begitu menyadari jika keseharianku untuk ikut beberapa diskusi yang dilakukan oleh adik-adik disangkakan sebagai pendampingan. Aku mendampingi mereka sebenarnya bukan untuk pendampingan, karena dalam kapasitas intelektual, tentu sangat tidak pantas jika dibilang sebagai pendamping yang disentralkan tahu akan segala hal.

Keinginanku untuk ikut berdiskusi bersama adik tingkat adalah karena adanya hadits nabi agar mencari ilmu dari lahir hingga ke liang lahat. Jadi menurut tafsirku, belajar tidak hanya sebatas di dalam kampus tapi selama aku masih hidup maka di sanalah aku akan terus belajar.

Maka dari itulah ketika ada adik tingkat yang ingin berdiskusi aku akan tertarik. Dengan berdiskusi bersama adik tingkat maka aku akan mengulang pencarian pengetahuan pada masa awal perkuliahan, dan sekaligus membenarkan beberapa kesalahan selama aku mencari pengetahuan.

Jadi perkaranya bukan aku ingin mendampingi mereka. Tapi karena aku butuh terhadap diskusi yang mereka lakukan. Alasan kedua adalah kebiasaanku bersama teman-teman satu jurusan untuk saling berdiskusi setiap ada waktu luang. Sehingga kebiasaan tersebut sudah menjadi semacam kebutuhan yang harus dipenuhi. Seolah-olah kebutuhan untuk makan, maka ketika tidak ada diskusi aku akan merasa kelaparan.

Terlebih sekarang tidak banyak mahasiswa yang melakukan diskusi tentang ilmu pengetahuan. Mahasiswa yang seharusnya menjadi agen intelektual, sekarang tidak lebih hanya seorang siswa yang hanya belajar mata kuliah. Padahal itu tidak mampu untuk mewujudkan intelektual. Untuk bisa mewujudkan intelektual maka perlu berdiskusi di luar kelas, dan itu harus rutin dilakukan.***AS

 

 


Related

Ngaso 6406013322935649683

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item