Belajar Sastra, Mengajari Kehidupan
Paweling- Sastra. Tentu sebagai manusia yang kebetulan belajar dunia sastra, saya akan berbicara sedikit hal tentang sastra. Ada yang berbic...
Ada yang berbicara sastrawan adalah orang yang berusaha meniru dari kitab suci dari semua agama yang ada di dunia ini. Kenapa bisa demikian, masih menurut orang yang saya maksudkan. Sastra adalah memberikan pitutur pada pembaca. Secara sederhana bisa diartikan sebagai nasihat kepada para pembaca agar selalu bersikap baik dan meninggikan sesamanya.
Tujuan sastra yang dipahami oleh beliu dan kebetulan yang saya amini adalah sama dengan tujuan dibuatnya kitab suci. Penulis sastra merupakan sama dengan nabi, mereka semua memiliki ilham dari Tuhan agar selalu berbuat baik. Sastrawan menjadi seorang nabi yang tidak boleh mencari materi. Sastrawan harus berjuang untuk manusia, agar menjadi lebih baik lagi.
Sebagaimana nabi, tugas sastra hanya mengingatkan, tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengikuti apa yang dibawakannya. Jika karya sastra berpengaruh kepada pembacanya, misal pembaca menjadi lebih terbuka pikirannya sehingga tidak hitam putih dalam memandang sesuatu maka tugas sastrawan sudah selesai.
Tapi para sastrawan tidak boleh mengharap materi dari tulisan yang mereka hasilkan. Menjadi sastrawan akan merasa cukup puas ketika karya sastranya dibaca oleh masyarakat dan mereka mengamini tulisan yang dibuatnya.
Itu adalah tujuan dari sastra, sebatas mengingatkan tidak boleh memaksakan agar mengikuti pola berpikir dari penulis karya sastra. Untuk bisa menjadi seorang yang bisa menulis karya sastra maka harus belajar semua ilmu yang berhubungan dengan dunia sastra. Dan beratnya adalah dalam dunia sastra semua ilmu yang berhubungan dengan kehidupan adalah berhubungan dengan dunia sastra.
Jika saya berbicara tentang satu ilmu, maka ilmu tersebut pasti berhubungan dengan dunia sastra. Dari ilmu matematika anda bisa menghasilkan karya sastra berkualitas tinggi. Dan begitupun dengan ilmu-ilmu lainnya.
Maka dari itulah, ada tokoh yang saya idolakan, mereka tidak mau menyandang sebagai sastrawan karena di balik kata sastrawan memang tidaklah mudah. Bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang paling berat dalam kehidupan.
Tapi, dalam tulisan ini saya tidak akan terlalu melebar dengan mengharuskan semua orang belajar tentang sastra karena itu sangat sulit untuk dilakukan. Yang menjadi fokus perhatian adalah alangkah baiknya jika semua orang Indonesia bisa berpikir layaknya seorang sastrawan.
Kita bisa memandang secara universal, tidak hitam putih semata. Mampu mengambil pelajaran yang terbaik dari dunia luar. Kemudian disarikan intinya sehingga menjadi hal positif jika diimplementasikan untuk kebutuhan negara kita, Indonesia.***Wibbi