Lucu, Tingkah Lucu Para Elit Negara
Paweling.com- Malam itu, 5 Oktober 2020, status di semua media sosial dipenuhi poster rasa berduka yang mendalam. Bukan duka karena a...
http://www.paweling.com/2020/10/lucu-tingkah-lucu-para-elit-pemerintah.html
Paweling.com- Malam itu, 5 Oktober 2020, status di semua media sosial dipenuhi poster rasa berduka yang mendalam. Bukan duka karena adanya sosok yang meninggal dunia karena Covid-19.
Tapi berduka karena matinya akal sehat dan hati nurani para wakil rakyat. Setelah sebentar saya telusuri, ternyata orang-orang itu menyesalkan keputusan DPR RI bersama pemerintah yang akhirnya mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law menjadi Undang-Undang.
Padahal sudah berbulan-bulan bergulir penolakan dari berbagai pihak, seperti para buruh, aktivis sosial, organisasi masyarakat, dan masih banyak lembaga lainnya.
Kabarnya, satu jam sebelum RUU itu disahkan menjadi UU, pimpinan dari dua serikat buruh Indonesia menemui presiden Jokowi untuk bernegosiasi. Negosiasi itu berlangsung sekitar satu jam secara tertutup.
Tidak ada yang tau apa isi perbincangan antara presiden dengan dua pimpinan buruh tersebut. Tapi lebih baik kita husnudzon saja ya, jangan berpikiran aneh-aneh!. Ternyata negosiasi tidak membuahkan hasil, RUU Cipta Kerja akhirnya di 'dok' oleh DPR RI. Bayangkan saja, dari 9 fraksi yang ada, hanya dua fraksi yang menolak, ya jelas saja kalah, toh.
Keputusan itu tentu saja membuat geram banyak elemen masyarakat. Serikat buruh dan lembaga-lembaga lain mengajak para buruh di seluruh Indonesia menggelar mogok kerja dan aksi nasional untuk menggagalkan UU tersebut.
Apakah bisa digagalkan? Ya mungkin berakhir seperti cerita sebelumnya, RUU KPK yang akhirnya jadi UU juga kan. Para aktivis, ahli hukum, akademisi, hingga komedian seperti Ernest Prakasa pun ikut menyesalkan keputusan wakil rakyat dan pemerintah yang secara nyata telah menjadi penghianat rakyat.
Eh bisa jadi ide produser nih, untuk membuat film pengganti Pengkhianatan G30S/PKI, jadi film Pengkhianatan Pemerintah dan DPR RI. Sama-sama berakhiran huruf 'i' kan?
Buruh mengancam turun ke jalan, bahkan dijadwalkan aksi mogok kerja nasional digelar hingga 8 Oktober, bahkan bisa diperpanjang.
Tentu para pengusaha pun juga ketar-ketir dengan hal tersebut. Mau bagaimana lagi, diajak negosiasi sudah tidak bisa. Entah pergi kemana akal sehat dan hati nurani DPR itu. Oh iya, sudah mati, maaf lupa!.
Apa karena sudah mati, terus kita mewajarkan hak tersebut? Tentu tidak.
Kota memang sudah di jaman edan, nek ora edan ora keduman.
Mungkin itu pepatah yang digandrungi oleh para pemegang kursi DPR dan pemerintahan di istana sana. Mungkin sebenarnya hati nurani dan akal sehat itu masih ada, namun kalah dengan akal busuk keinginan memperoleh keuntungan. Ya jelas lah, rakyat itu siapa, tidak menguntungkan sama sekali. Lebih baik mendukung para investor dan kapitalisme, karena jelas mereka lebih menguntungkan.
Saya jadi teringat kutipan percakapan dalam Drama Korea 'The Great Doctor' yang menyatakan rakyat tidak akan pernah puas dengan pemberian penguasa, maka lebih baik ditindas saja.
Wah kacau sudah negara ini beserta isinya: ya DPR, ya pemerintah, ya rakyat sudah kehilangan akal sehat semua. Dan mungkin termasuk saya.
Yang jelas kekacauan di atas melahirkan Mosi Tidak Percaya. Rakyat sudah tidak percaya lagi dengan wakilnya dan juga pemerintah. Meskipun dari dulu sebenarnya juga sudah banyak yang tidak percaya.
Akan tetapi dengan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, menjadi legitimasi bahwa rakyat sudah tidak percaya dengan para wakilnya yang sebenarnya juga mereka sendiri yang memilih.
Saya itu bingung, mendekati Pilkada begini, semestinya partai-partai itu kan mengambil hati rakyat supaya kadernya terpilih jadi pemimpin daerah. Ya kalo begini mah, golput adalah pilihan terbaik sebagai bukti nyata kekecewaan rakyat pada pemerintah.
Selain itu, di tengah ramainya UU Cipta Kerja yang dinilai menyengsarakan rakyat (khususnya para buruh), saya jika dikagetkan dengan kabar aktivis sekaligus jurnalis Najwa Shihab rencananya akan dipolisikan oleh para pendukung pemerintahan. Alasannya karena tayangan kursi kosong untuk Menteri Kesehatan RI Terawan di Mata Najwa dinilai mencederai citra positif presiden Jokowi. Lahdalah, bukannya dari dulu citra presiden tidak pernah baik ya?.
Lagiyan, transparansi data dari Menteri Terawan memang dibutuhkan rakyat. Kok malah seakan diam dan menghilang. Jadi sikap Mata Najwa dengan kursi kosongnya itu sebagai ungkapan kekecewaan publik. Dan buktinya banyak masyarakat yang mendukung. Atau mungkin sebenarnya Pak Terawan itu mau bicara, tapi ada pihak-pihak yang mencegahnya karena kepentingan tertentu. Ya mungkin saja kan?
Tapi saya kira, ini sekedar pengalihan isu supaya fokus rakyat terpecah. Ya, semoga saja Mbak Nana bisa menyelesaikannya. Karena dia sudah berjuang menjadi penyambung lidah rakyat.
Serentetan persoalan pengesahan RUU Cipta Kerja hingga pelaporan Najwa Shihab atas tuduhan mendiskreditkan presiden, semua itu semakin membuktikan keadilan sosial bagi seluruh investor, kalitalis, dan para pendukung kepentingan golongan.
Rakyat bagaimana? Rakyat hanya jejeran angka-angka yang tidak penting.***Arinisaadah.