Menggali makna jihad yang sebenarnya

PAWELING.COM - Belakangan ini kata Jihad sering kali dikaitkan dengan gerakan terorisme. Terutama gerakan terorisme yang menggunakan cara b...

PAWELING.COM - Belakangan ini kata Jihad sering kali dikaitkan dengan gerakan terorisme. Terutama gerakan terorisme yang menggunakan cara bunuh diri sebagai media untuk jihad. Beberapa kalangan menggunakan bom untuk melakukan jihad, mereka meledakkan bom yang menempel di tubuhnya, sehingga orang-orang disekitarnya ikut terluka, atau bahkan tewas.

Semangat untuk melakukan aksi teror dengan melakukan bom bunuh diri ini marak terjadi di Indonesia. Kalangan yang melakukan ini mengklaim membawa bom, dan meledakkan adalah tugas suci, dan mati karenanya akan mendapatkan pahala syahid.

Kalangan tersebut menyatakan jika semua orang yang ada di Indonesia dan tidak mengikuti ajaran yang berkembang di kalangannya adalah orang kafir. Karena tuduhan inilah maka mereka menjadi sah membunuh orang-orang yang tidak se-pemaham-an dengan mereka, walau itu adalah kaum muslim sendiri.

Kata jihad pada masa nabi yang sebetulnya merujuk pada hal-hal yang bijak, sekarang digunakan untuk memberantas orang yang tidak sepemahaman dengan kelompoknya. Sebagai upaya untuk menanggulangi pergeseran makna kata jihad, dan agar kaum muslim tidak terjebak pada aksi terorisme, maka penulis akan menyampaikan sejarah dari aplikasi kata jihad.

Asal kata Jihad

M.Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i Pelbagai Persoalan Umat, kata jihad memiliki akar kata dari jahada, ya jhudu, jahd au juhd yang memiliki arti sungguh-sungguh atau berusaha dengan keras.

Usaha yang sungguh-sungguh tersebut tentu akan mendatangkan satu kelelahan bagi pelakunya, tetapi ketika mereka berhasil melewatinya maka akan menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Lebih lanjut M.Quraish Shihab menjelaskan jika jihad bisa juga diartikan orang yang sedang mengalami ujian, maka orang tersebut harus bersabar agar bisa melewati ujiannya, dan dinyatakan lulus.

Dalam pandangan fiqih jihad lebih dimaknai sebagai salah satu upaya untuk melawan kebatilan, membela kebenaran dari Tuhan. Tetapi masih ada beberapa perbedaan pendapat, apakah untuk berjihad tersebut orang harus melakukannya dengan perang, atau lebih kepada cara-cara yang santun.

Karena perbedaan yang masih diperdebatkan tersebut, maka mari pelajari sejarah daripada kehidupan dan bagaimana nabi Muhammad menerapkan kata jihad dalam kehidupannya. Jihad jika dimaknai sebagai membela kebenaran dari Tuhan, sebagai upaya untuk menghilangkan hal-hal batil, maka pertama-tama jangan langsung dengan cara berperang.

Nabi Muhammad sendiri ketika awal penyebaran agama Islam sebenarnya beliau sedang melakukan jihad, yakni menyuarakan apa yang menjadi pesan Tuhan pada hambanya.

Pada masa itu Nabi tidak pernah sama sekali menganjurkan pada para sahabat untuk berperang, tetapi mereka bersabar dan terus melakukan kegiatan dakwah. Ujian-ujian yang dilewati oleh nabi pada masa awal penyebaran agama Islam kemudian berbuah manis ketika Islam sudah tersebar ke penjuru dunia.

Nabi Muhammad melakukan jihad dengan sepenuh hati, bahkan beliau tidak menghiraukan ejekan, kekerasan fisik dan batin dari kaum Quraisy. Hal tersebut Nabi lakukan demi tercapainya cita-cita, yakni agar seluruh kaum Quraisy memeluk agama Islam.

Andaikan pada masa itu nabi Muhammad menyuruh untuk berjihad (dimaknai sebagai berperang) maka tentu sudah terjadi pertumpahan darah. Akibatnya Islam bukan lagi dikenal sebagai agama yang santun, tetapi agama yang penuh kekerasan.

Maka dari itulah kata jihad memiliki makna yang sangat luas, jihad mencakup seluruh ibadah yang bersifat lahir dan batin. Pelaku jihad tidak kenal putus asa, tidak kenal rasa pamrih, tidak nekal emosi dan tidak mementingkan harta sama sekali.

Makna jihad yang sebenarnya

Ada salah satu hadis yang menarik untuk dikaji dalam menggali makna jihad ini. Yakni, “Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.”

Hadis tersebut tidak hanya diriwayatkan oleh satu imam hadis saja, tetapi diriwayatkan oleh 3 imam ahli hadis yakni Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud. Maka kemungkinan besar itu adalah hadis yang sahih.

Kalimat Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah menarik untuk diteliti lebih jauh. Pertama kalimat tersebut memberikan isyarat pada kita bahwa jihad bukan melulu persoalan perang.

Tetapi, jika dipahami bahwa jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu yang ada di tubuh masing-masing manusia. Kenapa ini penting, dengan menekan hawa nafsu maka kemungkinan kita berbuat adil akan lebih tinggi.

Ada beberapa riwayat yang mengisahkan, ketika para sahabat berperang bersama nabi, dan kemudian menemukan kaum kafir hendak dibunuh dan kaum kafir tersebut mengucapkan syahadat maka nabi melarang untuk membunuhnya. Walau mungkin orang kafir tersebut melakukan syahadat hanya agar bisa hidup, tetapi nabi melarang untuk membunuhnya.

Kisah tersebut menggambarkan bahwa jihad dengan berperang tidak boleh dilakukan jika masih memiliki hawa nafsu didalam dirinya. Maka dari itu, nabi mengatakan Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah. Dan berperang dijalan Allah hanya sebagian kecil dari Jihad.

Berpuasa dan berjihad

Dari pengertian di atas, maka sebenarnya berpuasa adalah berjihad. Berpuasa tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus tetapi lebih jauh dari itu. Berpuasa mengajarkan untuk bersikap sabar, selalu bertutur santun, lebih memperhatikan kondisi sekitar.

Dan berpuasa mengajarkan kita untuk selalu bersedekah. Berpuasa juga merupakan salah satu upaya mendekatkan diri pada Tuhan. Tetapi hal yang perlu diingat adalah jangan kemudian kembali pada kebiasaan buruk sebelum melakukan puasa bulan Ramadhan.

Kebiasaan buruk sebelum bulan Ramadhan dan sudah bisa dihilangkan selama bulan Ramadhan maka sebaiknya terus berlanjut. Selepas Ramadhan perilaku baik harus tetap kita jaga, hingga nanti bertemu Ramadhan tahun depan dengan perilaku yang lebih baik.


Penulis : Lohanna Wibbi Assiddi

Related

Ngaso 6148178254306860939

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item