Jika Saya Adalah Nabi Pengemban Wahyu Ilahi
Paweling.com- Pengetahuan saya mengenai Nabi dan Rasul sudah dipupuk sedari kecil, pada masa sekolah di Madrasah Ibtidaiyah hingga masa kuli...
Paweling.com-Pengetahuan saya mengenai Nabi dan Rasul sudah dipupuk sedari kecil, pada masa sekolah di Madrasah Ibtidaiyah hingga masa kuliah Nabi menjadi tokoh sentral dalam berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Walau tidak pernah mengaku sebagai pemimpin dalam sebuah lingkungan, Nabi menjadi pemimpin kultural tanpa dia memintanya dari masyarakat. Sebagai tokoh sentral Nabi pasti setiap hari akan sibuk dengan urusan duniawi masyarakatnya.
Tugas utama Nabi adalah sebagai penyempurna akhlak dan pemberi peringatan, pengertian ini disematkan pada seluruh Nabi baik yang tertera dalam kitab suci maupun tidak. Dunia yang disitu terdapat Seorang Nabi pasti hidup dalam kesejahteraan tinggi.
Sebenarnya selain dari rahmat Ilahi yang memberkahi tanah di sekeliling para Nabi, keadaan masyarakat yang dijana ada Nabi pasti tunduk patuh pada perintah Nabi tersebut. Tapi prasyarat yang dibutuhkan adalah memiliki kenabian tersebut dipercaya oleh umatnya.
Jika ke-Nabi-an belum dipercaya oleh umatnya tentu tidak akan pernah terjadi kesejahteraan sama sekali. Satu lagi prasyarat untuk bisa menjadikan lingkungan tempat Nabi tinggal adalah sosok Nabi sendiri haruslah pribadi yang cerdas.
Di sinilah kunci dari kesuksesan risalah para Nabi, jika Nabi tidak memiliki kecerdasan ilahiyah maka mustahil dia menjadi Nabi.
Setelah kecerdasan, syarat utama lainnya seorang Nabi bisa menjadi sosok yang sukses membawa masyarakatnya berkembang dalam berbagai sisi kehidupan adalah harus amanah atau bisa dipercaya.
Kemudian yang selanjutnya adalah memiliki sifat suka berorasi, artinya suka berdiskusi secara terbuka. Tugas Nabi sebagai pemberi khabar gembira mengharukan Nabi memiliki pemikiran terbuka, artinya mereka tidak boleh menghujat umatnya sebagai kafir. Nabi harus halus dalam menyampai kan segala risalahnya, tidak boleh kaku apalagi sebagai hakim urusan Ilahi.
Walau Nabi adalah kekasih Tuhan, tapi mereka sama sekali tidak pernah memberikan stempel kafir, ahli neraka bagi umatnya jika belum diberi perintah oleh Tuhan. Prasyarat selanjutnya adalah Nabi harus bisa dipercaya dan jujur, jujur ini sangatlah penting. Bayangkan nabi tidak jujur, mereka akan mengkorupsi ayat-ayat yang turun kepadanya, lalu menyampai kan beberapa saja dari ayat tersebut.
Semua prasyarat tersebut harus dimiliki jika orang mengaku diri sebagai Nabi, tapi sejak Nabi terakhir meninggal maka tidak akan ada lagi sosok Nabi di dunia, kecuali Nabi Isa yang diturunkan kembali sebagai pertanda kiamat telah tiba.
Jadi sekarang jika ada orang mengaku sebagai Nabi, maka mereka langsung dikasih stempel Nabi pendusta, karena alasan di atas tadi. Tapi mari kita berandai-andai, jika tiba-tiba jibril datang kepadaku pada suatu malam, kemudian memberikan wahyu suci agar menasehati para manusia dan kembali pada jalan Tuhan nan suci.
Hal tersebut, jika saya sampaikan pada manusia tentu saya akan dicap sebagai pendusta yang darahnya halal, artinya siapa saja yang berhasil membunuh saya maka hal tersebut tidak berdosa malah akan diberikan pahala tinggi.
Menjadi Nabi pada abad modern ini tentu memiliki tantangan yang begitu besar sekali, terlebih dengan adanya standar tertentu yang hampir sama dengan standar kebenaran ilmiah dalam melihat sesuatu. Misalkan, saya sebagai nabi, maka tantangan bukan menghadirkan mukjizat tidak masuk akal, seperti membelah lautan, menurunkan hujan dalam satu perkataan, memancarkan cahaya pada tengah malam.
Jika saya menghadirkan mukjizat seperti itu maka pasti saya dituduh sebagai orang halu, orang yang tidak bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Dan umat saya, mereka pasti dituduh sebagai orang yang terkena hipnotis.***
Penulis bernama Lohanna, Mahasiswa IAIN Ponorgo