Memuasakan Tubuh dan Pikiran

PAWELING.COM  - Bulan ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Umat muslim berupaya memaksimalkan bulan ini dengan beribadah. Ibadah puasa ta...


PAWELING.COM - Bulan ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Umat muslim berupaya memaksimalkan bulan ini dengan beribadah. Ibadah puasa tak sekedar menahan haus dan lapar. Tapi juga memuasakan tubuh dan pikiran dari hawa nafsu dan keburukan.

Selain amalan-amalannya, yang menarik dari bulan puasa adalah kebiasaan umat islam untuk menikmati waktu di sore hari sambil menunggu waktu berbuka tiba.

Banyak di antara mereka yang menikmati waktu tersebut dengan ngabuburit alias jalan-jalan berburu takjil. Di bulan puasa, banyak orang menjajakan dagangan takjil, sehingga setiap orang bebas membeli apa saja asalkan ada uangnya.

Bahkan tak jarang pula dijumpai orang-orang muda bagi-bagi takjil gratis di pinggir jalan. Biasanya para pelaku sedekah ini membagi takjil di perempatan-perempatan traffic light. Saat lampu merah menyala, mereka akan membagikan takjil gratis kepada para pengendara. Sungguh indahnya fenomena berbagi!

Tentu saja momen itu dimanfaatkan bagi orang-orang pemburu takjil di sore hari. Biasanya orang yang menyukai gratisan, para pelajar, dan juga mahasiswa kerap melakukan ini. Mereka akan mendeteksi jalan mana saja yang ada acara bagi-bagi takjil. Harap maklum, terkadang mereka adalah golongan musafir alias jauh dari keluarga. Sehingga tak bisa menikmati buka bersama keluarga.

Selain berburu makanan gratis, alasan lain ngabuburit ini adalah untuk cuci mata. Nah ini sepertinya juga menjadi tujuan mayoritas anak muda. Selain mendapat makanan gratis, mereka juga sekalian cuci mata karena kebetulan yang bagi-bagi takjil mbak-mbak cantik yang masih kinyis-kinyis.

Lantas bagaimana dengan kondisi puasanya? Apakah hal semacam itu diperbolehkan?

Menjelang bulan ramadan kemarin, saya mendengar ceramah menyejukkan dari Profesor Fahrudin Faiz melalui kanal YouTube. Beliau menjelaskan tentang level orang berpuasa menurut Imam Ghazali.

Menurut Imam Ghazali, ada tiga level orang puasa. Pertama adalah puasanya orang awam. Dalam level ini mereka berpuasa hanya dengan menahan haus, lapar, dan syahwat untuk berhubungan badan. Jadi yang dilakukan orang dalam kelompok ini bahwa puasa adalah tidak makan dan tidak minum serta tidak bersetubuh. Tapi pikiran-pikiran mereka masih dipenuhi dengan hal-hal syahwat.

Misalnya seperti di atas tadi, berburu takjil sambil cuci mata melihat gadis-gadis cantik. Meskipun tidak terlihat, namun dalam imajinasi kelompok ini bisa tergambar jelas apa yang diinginkannya. Bahkan ia bisa mengimajinasikan bentuk tubuh gadis-gadis yang kebetulan berbagi takjil di pinggir jalan. Pokoknya asalkan tidak makan dan minum, serta berhubungan intim, puasa sudah sah bagi orang yang ada pada level ini.

Kemudian level yang di atasnya adalah kelompok khusus. Puasanya orang-orang khusus ini tidak semata-mata memuasakan mulut dan perut, tapi juga memuasakan semua anggota tubuh.

Orang dalam level khusus, berpuasa tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar, tapi juga menjaga mulut untuk tidak berkata kotor, menjaga telinga untuk tidak mendengarkan hal-hal yang buruk, menjaga mata untuk tidak melihat keburukan, dan menjaga pikiran dari hal-hal yang buruk pula. Telinga, mata, mulut, dan pikiran orang-orang khusus ini dilatih sedemikian rupa untuk tidak melakukan hal buruk dan merujuk ke arah syahwat.

Mereka menjaga pikirannya untuk menghalau imajinasi-imajinasi yang mengarah ke hawa nafsu. Jadi misal dia melihat gadis-gadis cantik sedang berbagi takjil, dia menepis jauh pikiran-pikiran kotornya.

Kemudian level yang di atasnya lagi adalah khususul khusus, yaitu puasanya para nabi dan para wali. Dalam level ini, orang yang berpuasa sudah mampu mengendapkan hal-hal yang berbau materi dan duniawi. Yang mereka lakukan hanyalah beribadah ikhlas kepada Tuhan. Tidak ada pikiran-pikiran kotor dalam level ini. Yang ada hanyalah Allah di hati dan pikiran mereka. Bahkan jika secara tak sengaja berpikiran kotor, mereka menganggap puasanya sudah tidak utuh lagi.

Nah dari ketiga level di atas, kira-kira kita bisa mendeteksi masuk ke dalam level yang mana. Masa iya kita hanya akan berada pada level puasanya orang awam saja. Semakin bertambahnya usia, sebaiknya kita juga menambah level puasa kita sebaik mungkin.  Jangan sampai puasa yang memiliki hakikat luar biasa ini hanya lewat tak ada artinya. Maka dalam memaknai puasa, alangkah baiknya tidak sekedar berpuasa perut dan mulut, tapi juga memuasakan tubuh beserta pikiran.

Selamat berpuasa para sahabat muslim semuanya!

 

Penulis : Arini

 

Related

Ngaso 7894755589655000922

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item